TUGAS
KEWARGANEGARAAN
“Problematika Penegakan Hukum dan
HAM di Indonesia”
OLEH:
NAMA: FERDIN
STAMBUK: Q1A1 15 380
KELAS: TPG E
JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
2015
Problematika Penegakan Hukum dan HAM di Indonesia
A. Pendahuluan
Dalam bukunya Nomoi, Plato menyatakan bahwa
penyelenggaraan pemerintahan yang baik ialah yang diatur oleh hukum. Kemudian
dikembangkan oleh Aristoteles, yang menyatakan bahwa suatu Negara yang baik
adalah Negara yang diperintah dengan konstitusi dan berkedaulatan hukum.
Menurut Aristoteles, bahwa yang memerintah dalam Negara bukanlah manusia tetapi
pikiran yang adil, dan kesusilaanlah yang menentukan baik-buruknya suatu hukum.
Berdasarkan
hal tersebut, maka esensi dari Negara hukum menurut Sjahran Basah adalah,
kekuasaan tertinggi didalam suatu negara terletak pada hukum atau tiada
kekuasaan lain apapun, terkecuali kekuasaan hukum semata yang dalam hal ini
bersumber pada pancasila selaku sumber dari segala sumber hukum.
Terkait
dengan hal tersebut, maka Negara Kesatuan Republic Indonesia sebagai Negara
hukum juga harus menempatkan hukum sebagai pedoman dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara. Keberadaan Indonesia sebagai Negara Hukum dapat ditemukan dalam
Dalam penjelasan UUD 1945 sebelum amandemen disebutkan bahwa Indonesia ialah
negara yang berdasar atas hukum (Rechtsstaat), yang berarti Indonesia
berdasarkan hukum dan tidak berdasarkan pada kekuasaan semata (machtsstaat).
Hal tersebut, kembali dipertegas pada amandemen UUD NRI Tahun 1945 dalam Pasal
1 ayat (3) yang menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum.
Berdasarkan ketentuan Konstitusi tersebut, maka negara Indonesia diperintah
berdasarkan hukum yang berlaku, termasuk penguasa pun harus tunduk pada hukum
yang berlaku.
Akan
tetapi, bekerjanya hukum di Indonesia saat ini menggambarkan bahwa implementasi
konsep negara hukum hanya sebatas formalistas belaka. Dimana, pada satu sisi,
muncul berbagai kecendrungan perilaku anggota masyarakat yang sering menyimpang
dari berbagai aturan yang dihasilkan oleh Negara. Hal tersebut ditandai dengan
meningkatnya kriminalitas, dan yang
mencemaskan ialah bahwa meningkatnya kriminalitas bukan hanya dalam kuantitas
atau volume saja, tetapi juga dalam kualitas atau intensitas.
Kejahatan-kejahatan lebih terorganisir, lebih sadis serta di luar peri
kemanusiaan: perampokan-perampokan yang dilakukan secara kejam terrhadap
korban-korbannya tanpa membedakan apakah mereka anak-anak atau perempuan,
pembunuhan-pembunuhan dengan memotong-motong tubuh korban.
Selain itu, banyaknya kasus korupsi yang kata orang
sudah ”membudaya” di Indonesia, serta praktek suap tidak terbilang banyaknya,
sehingga sudah dikatakan”membudaya” juga, sehingga orang mengikuti saja apa
yang dilakukan oleh orang lain asal tercapai tujuannySementara itu, pada sisi
yang lain praktek
penegakan hukum yang terjadi di negeri ini juga mengalami penyakit yang serius.
Hal tersebut ditandai dengan banyaknya issue-issue yang dialamatkan kepada
aparat penegak hukum, baik itu polisi, jaksa maupun hakim. misalnya, tentang
banyaknya para koruptor yang dibebaskan oleh pengadilan, dan kalaupun dihukum
hanya sebanding dengan hukuman pencuri ayam.
Kenyataan
yang berbeda terjadi pada masyarakat biasa, dimana orang miskin akan sangat
kesulitan mencari keadilan diruang pengadilan. Dengan demikian, dapat
dihasilkan kesimpulan bahwa praktek hukum di Indonesia berjalan dengan
diskriminatif dan seakan-akan hanya memihak golongan tertentu saja. Orang
berduit akan begitu mudah mendapatkan keadilan sedangkan sebaliknya masyarakat
biasa begitu jauh dari keadilan. Dengan kata lain bahwa putusan pengadilan
dapat diukur dengan uang, karena yang menjadi parameter untuk keringanan
hukuman dalam peradilan lebih pada pertimbangan berapa jumlah uang untuk itu
daripada pertimbangan hukum yang bersandar pada keadilan dan kebenaran.
Dampaknya
kehidupan hukum menjadi tidak terarah dan terpuruk. Keterpurukan hukum di suatu
negara, akan berdampak negatif yang mempengaruhi sektor kehidupan lain misalnya
kehidupan ekonomi, politik dan budaya. Bagaimanapun upaya para pakar ekonomi
maupun politik dalam mengatasi masalah dan ketimpangan ekonomi dan politik,
akan sia-sia belaka jika keterpurukan hukum masih terjadi. Untuk itu, hendaknya
hukum menjadi panglima dalam setiap dimensi kehidupan bernegara.
Berbagai
uraian tersebut menimbulkan berbagai isu didalam masyarakat adalah adanya
perlindungan hukum dan HAM hanya berlaku bagi masyarakat tertentu saja, yaitu
yang dekat dengan kekuasaan dan memiliki banyak uang, selain itu dalam
penyelenggaraan pemerintahan terdapat adagium yang menyatakan bahwa kalau bisa
diperlambat, kenapa harus dipercepat? Bahkan hubungan penguasa dengan
masyarakat sering melekat dengan berbagai pernyataan yang menyatakan bahwa:
Pasal 1. Penguasa tidak pernah salah, Pasal 2, Kalau penguasa Salah, lihat Pasal
1.
Berbagai
hal tersebut kemudian menimbulkan Persoalan bagaimana implementasi
penegakan hukum dan HAM di Indonesia, mengingat NKRI adalah Negara hukum yang
wajib memberikan perlindungan terhadap seluruh masyarakatnya secara menyeluruh
tanpa adanya pengecualian.
B. Pembahasan
- Konsep Negara Hukum
Pemikiran
mengenai Negara hukum dimulai sejak abad XIX s/d abad XX, pada hakekatnya
Negara hukum berakar dari konsep teori kedaulatan hukum yang pada prinsipnya
menyatakan bahwa kekuasaan tertinggi didalam suatu Negara adalah hukum, oleh
sebab itu seluruh alat perlengkapan Negara apapun namanya termasuk warganegara
harus tunduk dan patuh serta menjunjung tinggi hukum tanpa kecuali.
Dalam
teori Negara hukum terdapat dua sistem hukum yaitu rechtstaat dan rule
of law. Burkens, et.al., mengemukakan pengertian Rechtsstaat secara
sederhana seperti yang dikutip A. Hamid S. Attamimi, yaitu negara yang
menempatkan hukum sebagai dasar kekuasaan negara dan penyelenggaraan kekuasaan
tersebut dalam segala bentuknya dilakukan di bawah kekuasaan hukum. Dalam Rechtsstaat,
menurutnya adalah ikatan antara negara dan hukum tidaklah berlangsung dalam
ikatan yang lepas atau pun bersifat kebetulan, melainkan ikatan yang hakiki.
Dari pandangan tersebut, mengandung arti bahwa kekuasaan pemerintahan dalam
suatu negara bersumber pada hukum dan sebaliknya untuk melaksanakan hukum dalam
penyelenggaraan pemerintahan suatu negara harus berdasarkan kekuasaan.
Syarat-syarat
dasar rechtsstaat yang dikemukakan oleh Burkens, et.al., yang dikutip
oleh Philipus M. Hadjon, adalah:
- Asas legalitas; setiap tindak pemerintahan harus didasarkan atas dasar peraturan perundang-undangan (wetterlijke grondslag). Dengan landasan ini, Undang-undang dalam arti formal dan UUD sendiri merupakan tumpuan dasar tindak pemerintahan. Dalam hal ini pembentuk undang-undang merupakan bagian penting negara hukum;
- Pembagian kekuasaan; syarat ini mengandung makna bahwa kekuasaan negara tidak boleh hanya bertumpu pada satu tangan;
- Hak-hak dasar (grondrechten); hak-hak dasar merupakan sasaran perlindungan hukum bagi rakyat dan sekaligus membatasi kekuasaan pembentukan undang-undang;
- Pengawasan pengadilan Administrasi; bagi rakyat tersedia saluran melalui pengadilan yang bebas untuk menguji keabsahan tindak pemerintahan (rechtmatigheids toetsing)
Sementara
itu, The rule of law dalam pengertian ini pada intinya adalah
common law sebagai dasar perlindungan bagi kebebasan individu terhadap
kesewenang-wenangan oleh penguasa atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa
para pejabat negara tidak bebas dari kewajiban untuk mentaati hukum yang
mengatur warga negara biasa atau dari yuridiksi peradilan biasa dan menolak
kehadiran peradilan administrasi.
E.C.S.
Wade dan Godfrey Philips mengidentifikasi lima aspek the rule of law sebagai
berikut:
a. Semua
tindakan pemerintah harus menurut hukum.
b. Pemerintah
harus berprilaku di dalam suatu bingkai yang diakui peraturan
perundang-undangan dan prinsip-prinsip yang membatasi kekuasaan diskresi.
c. Sengketa
mengenai keabsahan tindakan pemerintah akan diputuskan oleh pengadilan yang
murni independen dari eksekutif
d. Harus
seimbang antara pemerintah dan warga negara.
e. Tidak
seorangpun dapat dihukum, kecuali atas kejahatan yang ditegaskan menurut
undang-undang.[10]
Dengan
demikia, sebuah Negara dikatakan sebagai Negara hukum adalah Negara yang
mendasarkan berbagai kebijakan dan tindakannya harus berdasarkan hukum tanpa
ada pembatasan berdasarkan golongan, kedudukan, agama, ras, maupun suku bangsa
tertetu.
- Apa itu Hukum?
Manusia
sebagai makhluk sosial selalu mempunyai kecenderungan untuk berkumpul dan
bergaul dengan orang yang ada disekitarnya. Manusia yang satu (individu) dengan
manusia yang lain jika bergaul dan berkelompok akan membentuk komunitas
masyarakat. Dalam masyarakat, manusia selalu berhubungan satu dengan yang
lainnya sehingga menimbulkan interaksi atau kontak. Akibat adanya kontak atau
interaksi tersebut dapat menimbulkan konflik. Untuk itu, dalam proses
interaksi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, perlu semacam norma-norma atau
kaidah-kaidah yang mengatur hubungan tersebut. Kaidah-kaidah itulah yang
menentukan hal yang boleh dilaksanakan dan hal yang tidak boleh dilakukan.
Kaedah
sosial pada hakekatnya merupakan perumusan suatu pandangan mengenai perilaku
atau sikap yang seyogyanya dilakukan atau yang seyogyanya tidak dilakukan, yang
dilarang dijalankan atau yang dianjurkan dijalankan. Kaedah-kaedah
sosial yang berlaku didalam masyarakat mempunyai kekuatan mengikat yang
berbeda-beda, ada kaedah yang lemah, yang sedang sampai yang kuat daya
mengikatnya yang membuat anggota masyarakat pada umumnya tidak berani untuk melanggarnya.
Lebih
lanjut menurut Soedikno Mertokusumo, kaedah-kaedah sosial sanksinya tidak
dirasakan secara langsung dan cukup memuaskan, sehingga dirasakan kurang cukup
dalam memberikan jaminan perlindungan bagi kepentingan manusia. Oleh karena itu
di butuhkan kaedah hukum dalam memberikan perlindungan yang belum diberikan
oleh kaedah-kaedah sosial yang lainnya.
Kaidah
hukum ditujukan terutama kepada pelakunya yang konkret, yaitu pelaku
pelanggaran yang nyata-nyata berbuat, bukan untuk penyempurnaan manusia,
melainkan untuk ketertiban masyarakat agar masyarakat lebih tertib, agar jangan
jatuh korban kejahatan, serta agar tidak terjadi kejahatan.
Menurut
Soerjono Soekanto, ciri-ciri kaedah hukum pada umumnya adalah;
a.
Kaedah hukum mempunyai sifat untuk menciptakan keseimbangan antara
kepentingan-kepentingan orang-orang maupun kelompok-kelompok di dalam
masyarakat, yang memiliki kepentingan yang berbeda-beda.
b.
Suatu kaedah hukum dengan tegas mengatur perbuatan-perbuatan manusia yang
bersifat lahiriah
c.
Kaedah hukum pada umumnya mengandung sanksi hukum yang teratur, rapi, pastidan
dijalankan oleh masyarakat sebagai badan-badan pelaksana hokum. Pertanyaan selanjutnya, adalah apa itu hukum?
Menurut Sudikno Mertokusumo hukum pada umumnya adalah keseluruhan kumpulan
peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah dalam suatu kehidupan bersama yang dapat
dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Karakteristik hukum sebagai
kaedah selalu dinyatakan berlaku umum untuk siapa saja, di mana saja dan dalam
wilayah Negara tertentu, tanpa membeda-bedakan.
Berbicara
mengenai hukum maka terdapat beberapa sudut pandang yang dapat digunakan untuk
melihat hukum. Menurut Soekarno Aburaera dkk, bahwa hukum dapat dilihat sebagai
hukum positif yaitu hukum yang berlaku didalam sebuah negara. Dalam konteks
tersebut, hukum merupakan penetapan oleh pemimpin yang sah dalam suatu negara
sebagaimana juga yang dimaknai oleh para ahli hokum. Hal ini sejalan dengan
pandangan Austin yang menyatakan bahwa hukum merupakan perintah dari yang berdaulat.
Sementara
itu, dalam pandangan masyarakat biasa, hukum dikonstruksikan sebagai suatu
kehidupan bersama dalam masyarakat yang diatur secara adil. Jadi, nilai-nilai
keadilan dalam hukum yang dipandang sebagai norma yang lebih tinggi
dibandingkan dengan norma hukum dalam suatu undang-undang.
Hal
tersebut jika dikaitkan dengan pandangan Satjipto Rahardjo, maka titik temunya
adalah bagaimana membuat hukum dapat memberikan kebahagiaan (keadilan) bagi
rakyat dalam suatu konsep hukum untuk manusia. Dimana, hukum tidak hanya
dilihat sebagai bangunan peraturan perundang-undangan sebagai produk atau
perintah penguasa semata, tetapi hukum harus dibuat ibarat suatu organis yang
mampu berpikir, merencanakan dan sekaligus bertindak sesuai dengan hati
nuraninya yang dilandasi pada nilai-nilai keadilan dalam masyarakat untuk
mewujudkan kebahagiaan rakyat.
Berdasarkan
berbagai uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa hukum adalah :
a.
Hukum
dalam arti ketentuan penguasa: hukum diartikan sebagai perangkt peraturan yang
dibuat oleh penguasa dlam hal ini adalah pemerintah. Misalnya UU
b.
Hukum
dalam arti petugas: hukum dideskripsikan dlam wujud petugas yang berseragam
yang bertugas menegakan hukum
c.
Hukum
dalam arti sikap tindak: hukum di gambarkan sebagai perilaku yang ajeg atau
sikap tindak yang teratur. Misalnya: A sewa kamar dari B, dengan
kewajiban setiap bulan A membayar uang sewa. Maka secara teratur setiap
bulan A membayar sewa kamar pada B
d.
Hukum
dalam arti system kaedah: hukum digambarkan sebagai perilaku masyarakat yang
menuruti norma atau kaedah yang berlaku dalam masyarakat. Apabila tidak
menaatinya maka dianggap sebagai perilaku yang menyimpang.
3.
Sekilas Mengenai HAM
- Pengertian dan Istilah
Menurut
Jack Donelly, hak asasi manusia itu melakat pada kodrat manusia sendiri. Oleh
karena itu landasan hak asasi manusia adalah :
1) Landasan yang langsung dan yang pertama adalah KODRAT
manusia.
2) Landasan yang kedua dan yang lebih dalam : Tuhan
menciptakan manusia, yang menghendakinya supaya manusia yang diciptakanNya itu
mencapai kesempurnaannya.
Hak
asasi manusia sebagai hak yang melekat pada kodrat manusia, yang berarti
hak-hak yang lahir bersama dengan eksistensi manusia dan merupakan konsekuensi
hakiki kodratnya, maka sifatnya universal. Hak asasi manusia secara umum dapat
diartikan sebagai hak yang melekat pada sifat manusia yang tampil dengannya,
tanpa hak asasi manusia seseorang tak dapat hidup.
Sementara
itu, pengertian hak asasi manusia berdasarkan Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 adalah :
“ Seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan
keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya
yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, Hukum,
Pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia “.
HAM/Hak
Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal
dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun.
Sebagai warga negara yang baik kita mesti menjunjung tinggi nilai hak azasi
manusia tanpa membeda-bedakan status, golongan, keturunan, jabatan, dan lain
sebagainya.
Pembagian Bidang, Jenis dan Macam Hak
Asasi Manusia :
a.
Hak asasi pribadi / personal Right
- Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan
berpindah-pndah tempat
- Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat
- Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau
perkumpulan
- Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan
agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing
b.
Hak asasi politik / Political Right
- Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan
- hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan
- Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan
organisasi politik lainnya
- Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi
c.
Hak azasi hukum / Legal Equality Right
- Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan
pemerintahan
- Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / pns
- Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum
d.
Hak azasi Ekonomi / Property Rigths
- Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli
- Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak
- Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa,
hutang-piutang, dll
- Hak kebebasan untuk memiliki susuatu
- Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak
e.
Hak Asasi Peradilan / Procedural Rights
- Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan
- Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan,
penahanan dan penyelidikan di mata hukum.
f.
Hak asasi sosial budaya / Social Culture Right
- Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan
- Hak mendapatkan pengajaran
- Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat
dan minat
- Latar belakang lahirnya HAM adalah:
- Tramatik Perang Dunia
- Fakta Empiris
- Demokrasi
4.
Ketika Hukum dan HAM Bekerja
Berdasarkan
pemaham mengenai hukum yang terdiri dari:
- Hukum dalam arti ketentuan penguasa: hukum diartikan sebagai perangkt peraturan yang dibuat oleh penguasa dlam hal ini adalah pemerintah. Misalnya UU
- Hukum dalam arti petugas: hukum dideskripsikan dlam wujud petugas yang berseragam
- Hukum dalam arti sikap tindak: hukum di gambarkan sebagai perilaku yang ajeg atau sikap tindak yang teratur. Misalnya: A sewa kamar dari B, dengan kewajiban setiap bulan A membayar uang sewa. Maka secara teratur setiap bulan A membayar sewa kamar pada B
- Hukum dalam arti system kaedah: hukum digambarkan sebagai perilaku masyarakat yang menuruti norma atau kaedah yang berlaku dalam masyarakat. Apabila tidak menaatinya maka dianggap sebagai perilaku yang menyimpang.
Maka
dapat diketahui bahwa hukum merupakan suatu system yang terdiri dari:
a.
Struktur, yang terkait dengan sarana penegak hukum, dalam hal ini institusi
hukum
b. Substansi,
yang terkait dengan apa saja yang dihassilkan oleh institusi hukum, serta
c. Kultur, yang terkait dengan perilaku masyarakat
maupun aparatur penegak hukumnya.
Dengan
demikian, bekerjanya hukum sangat dipengaruhi oleh aparat penegak hukum, materi
yang diatur oleh suatu peraturan perundang-undangan maupun perilaku
masyarakatnya. Faktor-faktor tersebut memberikan andil terhadap terjadinya
keterpurukan hukum di Indonesia. Sementara itu, Achmad Ali menyebutnya sebagai
penyakit hukum, yaitu penyakit yang diderita oleh hukum sehingga hukum tidak
dapat melaksanakan fungsinya. Penyakit hukum dapat menyerang struktur,
substansi atau kultur hukumnya, yang merupakan suatu kesatuan sistem hukum
dalam pandangan Lawrence Friedman.
Penyakit-penyakit
hukum tersebut meliputi:
a.
Struktur
hukum
Struktur
hukum meliputi badan eksekutif, legislatif dan yudikatif serta lembaga-lembaga
terkait, seperti Kejaksaan, Kepolisian, Pengadilan, Komisi Judisial, Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) dan lain-lain. Permasalahan umum terkait dengan
struktur hukum, adalah :
1) Kualitas Lembaga-lembaga Penegak Hukum
2) Kualitas aparat Penegak hukum
b.
Substansi
hukum
Terkait
dengan substansi hukum, maka persoalan yang berhubungan dengan substansi hukum
adalah mengenai norma, peraturan maupun undang-undang yang tidak bisa
mengakomodasi berbagai kepentingan masyarakat.
C.
Kultur hukum
Budaya
hukum adalah meliputi pandangan, kebiasaan maupun perilaku dari masyarakat
mengenai pemikiran nilai-nilai dan pengharapan dari sistim hukum yang berlaku,
dengan perkataan lain, budaya hukum itu adalah iklim dari pemikiran sosial
tentang bagaimana hukum itu diaplikasikan, dilanggar atau dilaksanakan.
Sementara
itu, Soerjono Soekanto menterjemahkan budaya hukum sebagai nilai-nilai dasar
bagi berlakunya hukum, nilai-nilai yang merupakan konsepsi-konsepsi abstrak
mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. Nilai-nilai
tersebut, biasanya merupakan pasangan nila-nilai yang mencerminkan dua keadaan
ekstrim yang harus diserasikan.
Terkait
dengan itu, Pemaknaan tentang hukum sekarang dalam kondisi tertentu seakan
tidak mengikat lagi, semua boleh diatur karena yang mengatur bukan lagi hukum
itu sendiri tetapi kekuasaan dan harta. Ini akibat frustasinya para pencari
keadilan di meja hijau yang harus kandas dan kalah akibat putusan pengadilan
yang berpihak kepada pemilik modal dan kekuasaan.
Hal
tersebut membuat secara individu, seseorang gampang mencurigai seorang
yang lain, gampang berperilaku seenaknya seolah-olah tidak ada aturan yang
dapat dijadikan pegangan dan kebenaran sudah dianggap mati. Secara komunal,
prinsip kehidupan komunal yang bersifat anarkisme semakin berkembang. Hal ini
ditandai dengan persoalan individu dianggap sebagai persoalan kelompok yang
melahirkan konflik antar kelompok. Sementara itu, pada tataran institusional
terlihat dari lemahnya lembaga-lembaga hukum dalam melakukan proses penegakan
hukum.
Berbagai
perilaku tersebut, tidak hanya menimbulkan kecendrungan terhadap terjadinya
pelanggaran hukum, akan tetapi juga dapat berdampak terhadap pelanggaran HAM.
Dimana, akibat sentimen kelompok, maka persoalan pribadi bisa berkembang
menjadi persoalan kelompok yang pada akhirnya dapat melanggar HAM kelompok yang
lain. Misalnya; adanya intimidasi dari kelompok-kelompok mayoritas terhadap
kelompok minoritas.
Sementara
dalam konteks pemerintahan, permasalahan diskriminasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan hukum masih menjadi persoalan yang serius. Dimana, proses
penegakan hukum dan penyelenggaraan pemerintahan masih kental dengan praktek
KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Artinya bagi masyarakat yang tidak
memiliki kenalan atau uang dalam proses penegakan hukum dan penyelenggaraan
pemerintahan, maka pelayanan yang dirasakan masih jauh dari harapan. Sementara
itu, bagi yang memiliki kenalan atau uang, maka segala sesuatunya dapat
berjalan dengan baik.
Perilaku
tersebut bertentangan dengan Pasal 28 I ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 yang
menyatakan bahwa Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat
diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap
perlakuan yang bersifat diskriminatif tersebut. Lebih lanjut dalam Terkait
dengan diskriminasi, maka didalam Pasal 1 angka 3 UU No 39 tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia, disebutkan bahwa Diskriminasi adalah setiap pembatasan,
pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada
pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan,
status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang
berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan
atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik
individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial,
budaya, dan aspek kehidupan lainnya.
Dengan
demikian, Negara dan pemerintah bertanggung jawab untuk menghormati,
melindungi, membela, dan menjamin hak asasi manusia setiap warga negara dan
penduduknya tanpa diskriminasi. Perilaku tidak adil dan diskriminatif tersebut
merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia, baik yang bersifat vertikal
(dilakukan oleh aparat negara terhadap warga negara atau sebaliknya), maupun
yang dilakukan secara horizontal (antar warga negara sendiri).
- Bagaimana Agar Hukum dan HAM Bekerja Dengan Baik
a. Perbaikan Sistem
Hukum
Tawaran perubahan
dan pembaharuan dalam bidang hukum terus bergema dengan kondisi keterpurukan
hukum. Baik dilakukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat, organisasi-organisasi
massa rakyat, akademisi dan politisi, yang kesemuanya prihatin dengan sistem
hukum yang ada. Reformasi sistem hukum menjadi wacana hangat yang patut di
sambut baik demi perbaikan kondisi bangsa ini. Sebab semuanya sepakat hukum
menjadi salah satu penentu perbaikan bangsa di atas moralitas dan kepribadian
masyarakat.
Keterpurukan
hukum di Indonesia di sebabkan sistem hukum yang bekerja di dalamnya mengalamai
disorientasi gerakan dan tujuan. Sistem hukum yang dimaksud dan perlu
diperbaiki adalah, struktur, substansi dan kultur hukum serta sarana prasarana.
1)
Struktur
Struktur
di ibaratkan sebagai mesin yang di dalamnya ada institusi-institusi pembuat dan
penegakan hukum, seperti DPR, Eksekutif, Legislatif, kepolisian, kejaksaan dan
pengadilan. Terkait dengan ini, maka perlu dilakukan seleksi yang objektif dan
transparan terhadap aparatur penegakan hukum.
Selain
itu, keanggotaan lembaga pembuat produk peraturan perundang-undangan juga perlu
mendapat perhatian dalam proses pemilihannya, sehingga kualitasnya dapat
memberikan pengaruh terhadap kualitas produk peraturan perundang-undangan yang
akan dibuat.
2) Substansi
Substansi
adalah apa yang di kerjakan dan dihasilkan oleh mesin itu, yang berupa putusan
dan ketetapan, aturan baru yang mereka susun, substansi juga mencakup aturan
yang hidup dan bukan hanya aturan yang ada dalam kitab undang-undang.
Selain
itu, substansi suatu peraturan perundang-undangan juga dipengaruhi sejauh mana
peran serta atau partisispasi masyarakat dalam merumuskan berbagai
kepentingannya untuk dapat diatur lebuh lanjut dalam suatu produk peraturan
perundang-undangan.
Partisipasi
berarti ada peran serta atau keikutsertaan (mengawasi, mengontrol dan
mempengaruhi) masyarakat dalam suatu kegiatan pembentukan peraturan, mulai dari
perencanaan sampai dengan evaluasi pelaksanaan UU. Adanya partisipasi
masyarakat dalam pembentukan suatu undang-undang memungkinkan substansi dari
suatu undang-undang berasal dari pemikiran atau ide yang berkembang didalam
masyarakat yang akan digulirkan masuk kedalam lembaga atau badan legislatif,
dan didalam lembaga inilah pemikiran atau ide tersebut kemudian dirumuskan
untuk dijadikan sebagai undang-undang.
3) Kultur
Sedangkan
kultur hukum menyangkut apa saja atau siapa saja yang memutuskan untuk
menghidupkan dan mematikan mesin itu, serta memutuskan bagaimana mesin itu
digunakan, yang mempengaruhi suasana pikiran sosial dan kekuatan sosial yang
menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari atau disalahgunakan.
Untuk itu
diperlukan membentuk suatu karakter masyarakat yang baik agar dapat
melaksanakan prinsip-prinsip maupun nilai-nilai yang terkandung didalam suatu
peraturan perundang-undangan (norma hukum). Terkait dengan hal tersebut, maka
pemanfaatan norma-norma lain diluar norma hukum menjadi salah satu alternatif
untuk menunjang imeplementasinya norma hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan.
Misalnya, pemanfaatan norma agama dan norma moral dalam melakukan seleksi
terhadap para penegak hukum, agar dapat melahirkan aparatur penegak hukum yang
melindungi kepentingan rakyat, maupun sebagai norma pelengkap dalam rangka
menegakkan hukum.
Secara
umum, jika ingin keluar dari keterpurukan hukum maka sistem hukum perlu
diperbaiki secara keseluruhan dan diisi oleh komponen yang benar-benar ingin
memperbaiki hukum dan bukannya mencari keuntungan dan menyalamatkan kepentingan
diri dan kelompoknya.
b.
Meningkatkan Kesadaran Hukum
Selain
persoalan system hokum yang harus diperbaiki, maka kesadaran hokum juga
memiliki peranan dalam proses penegakan hokum dan HAM. Menurut Krabe hukum
tidak bergantung pada kehendak manusia, tapi telah ada pada kesadaran hukum
setiap orang. Kesadaran hukum tidak datang, apalagi dipaksakan dari luar,
melainkan dirasakan setiap orang dalam dirinya. Dengan demikian, kesadaran akan
pentingnya hukum dan HAM dari setiap masyarakat diperlukan untuk mendukung
efektifitas hukum dan HAM.
C. Kesimpulan
Sebagai
suatu Negara hukum maka sudah selayaknya Indonesia menghormati dan menerapkan
prinsip-prinsip Negara hukum dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tetapi
kenyataan yang terjadi adalah banyak terjadi diskriminasi dalam penerapan
prinsip-prinsip Negara hukum yang dilakukan oleh para aparat penegakkan hukum,
hal ini menimbulkan ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja aparat penegak
hukum, dan dari tumpukan kekecewaan tersebut, memunculkan sikap main hakim
sendiri di dalam masyarakat dalam mewujudkan rasa keadilan masyarakat. Hal ini
menunjukan bahwa aparat penegak hukum memegang peranan yang penting dalam
menumbuhkan kesadaran berhukum dalam masyarakat sekaligus menegakkan
prinsip-prinsip Negara hukum. Untuk itu, salah satu factor yang perlu mendapat
perhatian serius dalam mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap hukum
melalui kinerja aparat penegak hukum adalah, perlu adanya pembaharuan perilaku
dan moral para petugas penegak hukum dalam melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya dalam menegakkan hukum tanpa adanya diskriminasi, selain itu,
peningkatan kesadaran hukum masyarakat juga perlu ditingkatkan.
DAFTAR PUSTAKA
A
.Hamid S. Attamimi, 25 April 1992, Teori Perundang-Undangan Indonesia, Pidato
Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Agussalim
Andi Adjong, 2007, Pemerintahan Daerah Kajian Politik dan Hukum, Ghalia
Indonesia
Achmad
Ali, 2005, Keterpurukan Hukum di Indonesia, Ghalia Indonesia, Bogor,
Achmad
Ali, 2009, Menguak Teori Hukum (legal Theory) & Teori Peradilan
(Judicialprudence): Termasuk Interpretasi Undang-undang (Legisprudence),
Kencana
Achmad
Ali, Rangkuman Karya Pilihan dalam rangka 50 Tahun Usia, tidak dipublikasikan
Anthonius
Cahyadi dan fernando Manullang, 2010, Pengantar ke Filsafat Hukum, Kencana,
Jakarta
Aswanto,
Penegakan Hak asasi Manusia sebagai Perwujudan Demokrasi, makalah, disampaikan
pada Seminar/Sosialisasi Demokrasi, Hukum dan Ham bagi Tokoh Agama,
Tokoh Masyarakat, Pengurus Parpol, Ormas dan LSM Provinsi Sulawesi Selatan,
diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, pada tgl 31 Oktober
2007, di Hotel Grand Palace Makassar,
B.
Hestu Cipto Handoyo, Hukum Tata Negara, Kewarganegaraan dan HAM, 2003,
Universitas Atmajaya, Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar